Rabu, 11 Agustus 2010

Sheikh Ma'ruf Al Kurkhi


Kelahiran

Beliau dilahirkan di kota Karkh kemudian pindah ke Bagdad ibu kota negara Bani Abbasiyah. Karkh yang menurut sebagian pakar sejarah merupakan bagian dari kota Baghdad dan menurut sebagian lagi Karkh berada di luar kota Baghdad di sebelah Timur.

Kisah dan Teladan

Menurut ahli sejarah, kedua orang tuanya memeluk agama Kristen dan menurut yang lain menganut agama Sabiah. Diriwayatkan katika Ma’ruf al-Kurkhi pada usia meningkat remaja ia sangat menentang ajaran gurunya yang mengatakan bahwa Allah merupakan salah satu oknum Tuhan. Ma’ruf al-Karkhi menentang pendapat ini katanya Tuhan hanya satu. Karena pendapatnya yang berbeda dengan pendapat gurunya, ia dipukul oleh gurunya dan ia melarikan diri dan bersembunyi. Karena kedua orang tuanya telah kehilangan anak yang dicintainya dan mengharap kepulangan anaknya dan orang tuanya berjanji kalau anaknya mau pulang, agama apa saja yang dipeluk anaknya akan dianut juga oleh kedua orang tuanya. Setelah sekian lama ia memeluk agama Islam di bawah bimbingan Ali bin Musa al-Ridha, setelah ia pulang dengan mengatakan bahwa ia telah memeluk agama Islam maka kemudian disusul oleh kedua orang tuanya.Ma’ruf al-Karkhi mempelajari agama Islam melalui sejumlah ulama di Bagdad yang di antaranya Daud al-Thai. Bakar bin Humais dan Farqad as-Subkhi. Karena ketekunannya dan ketabahannya dalam menuntut ilmu pengetahuan dan khususnya ilmu tasawuf, ia berhasil menjadi seorang sufi yang terkemuka di Bagdad. Ia membuka halaqah pengajian dan di antara murid-muridnya yang terkenal di kemudian hari adalah Sari as-Saqati. Sebagai seorang sufi ia juga dikenal di kalangan fuqaha sebagai seorang faqih. Diriwayatkan ada dua orang faqih Bagdad yang terkemuka; Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ibnu Ma'in berdiskusi tentang sujud sahwi dan keduanya belum sepakat. Kemudian lebih lanjut mereka berdua ingin menanyakan tentang pendapat Ma’ruf al-Karkhi. Ma’ruf al-Karkhi menjawab dari sudut pendang tasawuf katanya: "sujud sahwi merupakan hukuman kepada hati karena lalai mengingat Allah."Ma’ruf al-Karkhi menurut pada peneliti tasawuf sebagai tokoh yang memperkembangkan ajaran tasawuf. Ia menambah hasil perolehan jiwa dari cinta yang telah ditemukan oleh Rabiatul Adawiyah. Menurutnya cinta harus dilanjutkan sampai ke titik thuma’ninah (ketenangan) jiwa. Karena cinta dan ketenangan itulah yang menjadi tujuan tasawuf. Kebahagiaan yang sebenarnya dan yang kekal, bukan harta benda tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati. Kekayaan hati hanya dapat dicapai melalui ma’rifah (pengenalan) akan yang dicintai. Apabila yang dicintai telah dikenal, terwujudlah kebahagiaan dan ketenteraman dalam hati dan kecillah segala urusan kebendaan dalam penglihatan hati. Ma’ruf al-Kakhi dipandang oleh para peneliti tasawuf sebagai tokoh penting yang merupakan pengembang ajaran tasawuf yakni memunculkan teori baru dalam tasawuf ialah melalui mencari ma’rifah sebagai inti ajaran tasawufnya. Kalau dahulu ajaran tasawuf baru berkisar berupa ajaran zuhud dan tekun beribadah untuk memperoleh keridhaan Allah. Pandangan ini berdasarkan penelitian kepada makna tasawuf itu sendiri. Di antara makna tasawuf yang dibawakan Ma’ruf al-Karkhi ialah tasawuf adalah memperoleh hakikat (ma’rifat) dan tidak mengharap sama sekali apa yang berada di tangan makhluk. Mencari hakikat tidaklah berbeda dengan mencari ma’rifat itu sendiri karena ma’rifat adalah ujung ilmu pengetahuan yang dikembangkan sufi yaitu ilmu syariat, ilmu thareqat, ilmu hakikat, dan ilmu ma’rifat.

Tausiyah

Ma’ruf al-Karkhi menurut para ahli sufi sebagai seorang sufi yang dikuasai oleh perasaan cinta yang membara kepada Allah SWT seperti halnya Rabiatul Adawiyah. Berkenaan dengan cinta kepada Allah Ma’ruf al-Karkhi mengatakan:"Cinta kepada-Nya bukanlah diperoleh melalui pengajaran, ia merupakan pemberian atau Karunia Tuhan". Pernyataan ini yakni cinta kepada Allah SWT menurutnya bukan termasuk maqam (posisi yang didapat melalui usaha) tetapi termasuk haal (keadaan jiwa) yang dikaruniakan Allah SWT.
Menurut para peneliti Barat yang di antaranya Nicholson yang mencoba menghubungkan antara timbulnya ide memperoleh hakikat (ma’rifat) dengan latar belakang keagamaan Ma’ruf al-Karkhi di masa kecilnya. Menurut Nicholson ide itu berasal dari ajaran agama yang dipeluknya yang dahulu ialah Kristen atau Sabiah. Pendapat yang seperti ini hanya merupakan dugaan alasannya pada masa kecil Ma’ruf al-Karkhi belum tentu mengenal ajaran tentang hakikat bahkan dugaan besar ia belum mengenalnya karena usianya yang masih muda. Muncul ide mencapai hakikat itu, mungkin saja hasil dari tafakur atau renungannya dalam tasawuf.

Keutamaan dan Karamah

Menurut ahli sufi martabat yang tinggi yang dicapai oleh Ma’ruf al-Karkhi tidak disangsikan lagi. Mereka beralasan dengan mimpi Ahmad bin Fath yang bertemu dengan Bisyir bin Haris yang telah wafat lebih dahulu. Ahmad bin Fath menyatakan tentang keadaan yang dialami Ma’ruf al-Karkhi dirinya diampuni Allah SWT." Kulihat Ahmad bin Hanbal berdiri sedang antara mereka terdapat pembatas. Karena Ma’ruf al-Karkhi menyembah Tuhan bukan mengharap surga, tidak pula karena takut kepada neraka," karena itu ia diangkat ke tempat yang tinggi yang tidak ada pembatas antaranya dengan Tuhan. Begitulah pengakuan seorang sufi tentang martabat dan kedudukan Ma’ruf al-Karkhi.
Menurut sufi bahwa Ma’ruf al-Karkhi seperti halnya para zahid dan sufi lainnya. Ma’ruf al-Karkhi terkenal di kalangan sufi memiliki banyak karamah yang di antaranya ketika terjadi kemarau panjang ia berdoa dalam shalat istisqa' meminta hujan, sebelum doanya selesai hujan sudah turun.

Wafatnya Sheikh Ma'ruf Al Kurkhi

Beliau meninggalkan dunia dengan tenang pada tahun 200 H bertepatan dengan tahun 815 M pada usia 78 tahun.Semoga Allah SWT selalu meridhoinya dan memberi kita semua manfaat dengannya. Allahumma Amin.

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar