Selasa, 20 Juli 2010

Dosa Terakhir (part – 3)

DOSA YANG DIAMPUNI BAGI ORANG YANG BERTAUBAT:

Firman Allah di atas (QS.An-Nisa’(4); 112) yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. Terhadap dosa selain syirik, dosa besar yang bagaimanapun, jika Allah menghendaki, pasti akan diampuni, namun tentunya bagi yang mau bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya. Sebab rahmat Allah lebih besar dibandingakan dosa hamba-Nya.

Di dalam suatu riwayat disebutkan; Allah merasa sangat gembira kepada seorang hamba yang mau bertaubat kepada-Nya. Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya daripada gembiranya orang menemukan untanya setelah beberapa saat hilang. Unta itu hilang dengan membawa perbekalan makan dan minum di tengah perjalanannya di kawasan yang tandus dan kering. Di saat musafir itu sedang beristirahat, untanya meninggalkan dirinya pelan-pelan dengan membawa seluruh perbekalan perjalanan. Setelah dia mencari unta itu kesana kemari dengan susah payah dan tidak menemukannya, dalam keadaan sangat lapar dan haus, dia berteduh di bawah pohon rindang dengan penuh rasa putus asa dan pasrah. Dia hanya bisa menunggu saat kematian datang menjemput dengan pelan-pelan sambil berbaring di atas akar pohon tersebut.Dalam keadaaan seperti itu tiba-tiba unta yang dicari itu datang beserta seluruh perbekalan yang masih utuh. Lalu dia memegang tali kekang unta itu sambil berkata dengan tanpa sadar atas kesangatan gembira yang dirasakan: “Ya Allah! Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu”. Allah lebih merasa gembira dengan taubat hamba-Nya dibandingkan kegembiraan orang yang menemukan untanya tersebut. Rasulullah SAW meriwayatkan dengan sabdanya:

حَدِيثُ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ *

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: AllahSWT lebih merasa gembira dengan taubat hamba-Nya daripada kegembiraan salah seorang dari kamu di saat di dalam perjalanan di kawasan tandus (kering kerontang). Ketika berhenti beristirahat kemudian untanya berjalan perlahan-perlahan meninggalkannya sambil membawa perbekalan makanan dan minuman. Setelah dia mencarinya kesana-kemari dengan susah payah kemudian bernaung di bawah keteduhan bayang-bayang pohon serta berbaring di atas pokok akar dengan penuh rasa putus asa, dalam keadaaan yang demikian kemudian dengan tiba-tiba unta yang dicarinya muncul di sisinya. Dia terus memegang tali unta itu. Kemudian berkata dengan tanpa sadar atas kesangatan gembira yang dirasakannya: “Ya Allah! Engkau hambaku dan aku tuhan-Mu”. Karena ingatannya diputus oleh rasa kegembiraannya.

1. Riwayat Bukhari di dalam Kitab Doa hadits nomor 5834.
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Taubat hadits nomor 4932. (CD al-Bayan)

Di dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda:

حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ

Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri RA berkata: Nabi SAW bersabda: Seorang lelaki dari kalangan ummat sebelum kamu telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan orang, lalu dia mencari seorang yang paling ‘alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, dia datang menjumpai pendeta tersebut dan berkata: Aku telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan orang manusia, adakah taubatku masih diterima? Pendeta tersebut menjawab: Tidak. Mendengar jawaban itu, dia terus membunuhnya dan genaplah seratus orang manusia yang telah dibunuhnya. Tanpa putus asa dia mencari lagi seseorang yang paling ‘alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang Ulama, dia terus menjumpai Ulama tersebut dan berkata: Aku telah membunuh sebanyak seratus orang manusia. Adakah taubatku masih diterima? Ulama itu menjawab: Ya! Siapakah yang dapat menghalangi kamu untuk bertaubat? Pergilah ke negeri si fulan, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Kamu beribadahlah kepada Allah bersama mereka dan jangan pulang ke negerimu karena negerimu adalah negeri yang lingkungannya sangat jelek. Lelaki tersebut berangkat menuju ke tempat yang ditunjukkan. Ketika ia berada di pertengahan perjalanan tiba-tiba dia mati, kematian itu menyebabkan Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab bertengkar. Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah sedangkan Malaikat Azab berkata: Dia belum melakukan suatu kebaikanpun. Lalu Malaikat yang lain datang dalam keadaan ujud manusia dan mencoba menghakimi mereka sambil berkata: Ukurlah jarak di antara kedua tempat. Mana yang lebih dekat itulah tempatnya. Lantas mereka mengukurnya. Ternyata mereka dapati lelaki tersebut lebih dekat kepada negeri yang ditujunya. Akhirnya dia diambil oleh Malaikat Rahmat

1. Riwayat Bukhari di dalam Kitab Cerita-cerita Para Nabi hadits nomor 3211.
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Taubat hadits nomor 4167.(CD al-Bayan)

Taubat yang dilakukan seorang hamba harus dimulai dari dalam hati. Orang yang bertaubat harus sadar akan dosa-dosa yang sudah diperbuat dan menyesali perbuatan itu kemudian ditindaklanjutinya dengan amal sholeh. Meninggalkan segala kejelekan yang pernah dilakukan dan menggantinya dengan amal ibadah dan pengabdian yang hakiki. Disamping itu, supaya taubat tersebut bisa dilaksanakan dengan benar, orang yang bertaubat itu harus mendapat bimbingan guru ahlinya. Hal itu diisyaratkan Nabi SAW dalam sabdanya di atas; “Laki-laki tersebut bertanya kepada orang-orang yang paling ‘alim di negerinya”.

Ketika taubat itu sudah dilaksanakan dengan sunguh-sungguh, meski taubat itu baru dilakukan tahap awal. Sebelum orang tersebut selesai melaksanakan taubatnya, orang yang bertaubat itu mati di tengah perjalanan. Ternyata taubat tersebut diterima di sisi Allah, padahal orang itu bertaubat dari dosa membunuh seratus manusia. Itu menunjukkan rahmat Allah jauh lebih besar daripada dosa hamba-Nya, asal seorang hamba bersungguh-sungguh dalam melaksanakan taubat kepada-Nya.

Hadits tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi hamba Allah yang beriman. Tuntunan yang diajarkan Allah melalui rasul-Nya. Oleh karena itu, orang beriman tidak harus putus asa terhadap dosa-dosa yang sudah mereka perbuat. Sebesar apapun dosa itu, asal bukan dosa syirik, apabila mereka bersungguh-sungguh bertaubat, niscaya Allah akan mengampuninya, dalam arti dihapus dari catatan amal sehingga bebas dari hisaban. Adapun dosa syirik, sekecil apapun dosa itu, tetap tidak akan pernah terhapus untuk selamanya sehingga pemiliknya akan berhadapan dengan keadilan Allah baik di dunia maupun di akhirat nanti,… wal iyadzu billah.

Kisah “Dahyah Al-Kalbi” salah satu raja suku bangsa Arab yang masuk islam di hadapan Baginda Nabi SAW dengan seluruh anggota keluarganya.

Diceritakan bahwa Rasulullah SAW menyukai Islamnya Dahyah al-Kalbi. Karena dia masuk islam bersama 600 anggota keluarganya di hadapan Nabi. Suatu saat Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah masukkanlah Dahyah al-Kalbi ke dalam Islam”. Saat Dahyah menginginkan masuk Islam Allah mewahyukannya kepada Nabi SAW setelah salat subuh. “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mengirimmu salam dan berfirman bahwa Dahyah akan menemuimu sekarang”.

Hati para sahabat diliputi rasa takut terhadap Dahyah pada masa Jahiliyah. Saat Sahabat mendengar berita tersebut, mereka tidak menginginkan Dahyah berada di tengah-tengah mereka. Rasulullah SAW mengetahuinya, beliau ingin menunjukkan kedudukan Dahyah. Rasulullah SAW tidak ingin saat Dahyah masuk Islam, diperbincangkan dan dilemahkan hatinya untuk memeluk Islam. Karenanya, saat Dahyah masuk masjid, Nabi SAW mengangkat sorban dari punggungnya kemudian menghamparkan ke bumi dihadapannya sambil berkata, “Dahyah kemarilah”, Nabi SAW menunjuk kepada sorbannya itu.

Dahyah menangis melihat kemuliaan akhlak Rasulullah SAW tersebut. Dia mengangkat sorban Nabi, mencium dan meletakkannya di atas kepala dan matanya. Dia berkata, “Apakah persyaratan masuk Islam? Terangkan kepadaku,” Rasulullah SAW bersabda, “Pertama kali hendaklah engkau membaca “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah”. Dahyah mengucapkan syahadat sambil menangis. Rasulullah SAW bertanya, “Apakah arti tangisan ini padahal engkau telah dikaruniai Islam?” dia menjawab, “Sungguh aku telah melakukan dosa sangat besar, maka tanyakanlah kepada Tuhanmu apakah tebusannya? Bila Dia memerintahkanku untuk membunuh diriku, niscaya kulakukan. Bila memerintahkan supaya aku mengeluarkan semua hartaku niscaya akan kuberikan”

Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kesalahanmu wahai Dahyah?” Dahyah menjawab. “Aku termasuk salah seorang raja bangsa Arab dan aku tidak ingin anak-anak perempuanku bersuami, hingga aku telah membunuh 70 anak perempuanku dengan tanganku sendiri.” Nabi SAW bingung mendengar cerita tersebut sehingga Jibril turun dan berkata: “Wahai Muhammad, sungguh Allah telah membacakan salam buatmu dan berkata kepada Dahyah, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, ketika engkau mengatakan ”Tiada Tuhan selain Allah,” Aku telah mengampuni kekafiran dan kejahatanmu selama 60 tahun, bagaimana mungkin Aku tidak mengampuni dosamu karena engkau telah membunuh anak-anakmu? “

Nabi SAW dan para sahabat menangis. Nabi SAW bersabda: “Ya Allah, Engkau telah mengampuni Dahyah yang telah membunuh 70 anaknya sendiri dengan hanya membaca syahadat sekali, maka bagaimana Engkau tidak mengampuni orang-orang beriman yang setiap hari membaca syahadat dan berkata benar serta ikhlas.””Hikayat Ash-Shufiyah. Muhammad Abu al-Yusr Abidin”

Dosa Dahyah adalah dosa yang dilakukan sebelum Islam. Meski dengan kejahatan selama 60 tahun, dosa tersebut dapat terhapus hanya dengan sekali membaca dua kalimat syahadat. Berbeda dengan dosa yang dilakukan orang beriman, terlebih jika sengaja melakukannya. Dosa yang sengaja dilakukan itu tidak cukup dapat dihapus dengan membaca kalimat syahadat saja, meski dua kalimat syahadat itu dibaca setiap mereka melaksanakan sholat. Dosa tersebut harus ditaubati dengan sungguh-sungguh. Namun demikian orang beriman tidak harus putus asa dengan dosa-dosa yang mereka dilakukan. Allah menegaskan hal itu dengan firman-Nya:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(QS.Az-Zumar(39);53).
Dari ayat di atas, yang dipanggil Allah dalam firman-Nya diatas adalah “Ya ‘Ibaadiy” (wahai hamba-hamba-Ku). Mereka itu adalah orang-orang beriman yang mengabdi kepada-Nya, namun di dalam pengabdian itu mereka terpeleset dalam perbuatan salah dan dosa. Mereka tidak mampu mengendalikan diri untuk menghindari perbuatan jahat karena kerasnya desakan lingkungan. Akibatnya mereka menzalimi diri sendiri. Jika mereka sadar dan bertaubat kepada Allah, mereka tidak boleh putus asa untuk bertaubat kepada-Nya, meski dalam hati mereka telah merasa berbuat yang melampaui batas.

Dalam ayat yang lain Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS:39/53). Dosa yang diampuni itu bukan dosa orang-orang yang sengaja berbuat dosa dan menentang, padahal mereka sudah diajak kepada Islam. Orang yang sengaja berbuat dosa, berarti saat itu hati mereka tidak beriman. Mereka adalah orang berbuat zalim kepada dirinya sendiri. Allah tidak akan memberikan hidayah kepada orang yang berbuat zalim. Allah menegaskan dengan firman-Nya :

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS.Ash-Shoff(61);7).
al-Fakir, Muhammad Luthfi Ghazali
Sumber : http://ponpesalfithrahgp.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar