Kamis, 22 Juli 2010

KH.A. SAHAL MAHFUDZ

Menjadikan Fikih Sebagai Pemikiran Sosial yang Dinamis.
Kiai Sahal merupakan tipe seorang ulama yang sejak awal kehidupannya tumbuh dan berkembang dalam tradisi pesantren. Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan tertua di Indonesia dengan segala subkultur dan kekhasannya, telah membentuk
pribadi dan karakter Kiai Sahal. Meskipun oleh sebagian kalangan pesantren sering dikritik sebagai identik dengan kekolotan, keterbelakangan, tradisionalisme, jumud, dan seterusnya, ternyata dari sana muncul kader-kader bangsa dengan integritas moral yang tinggi, memiliki basis tradisi yang bail;, dan mampu beradaptasi dengan modernitas. Pesantren dengan segala kelebihan dan kekurangannya ternyata mempunyai kontribusi yang tidak sedikit dalam mewariskan nilai-nilai dan kearifan hidup. Bahkan, kekayaan tradisi keilmuan pesantren yang ditransformasikan secara benar,
dipandang sementara kalangan sebagai modal untuk menghadapi dinamika hidup dan modernitas.
Membaca riwayat hidupnya, kita akan segera dapat menyimpulkan bahwa seluruh kehidupan dan aktifitas Kiai Sahal selalu terkait dengan dunia pesantren.
Pesantren adalah tempat mencari ilmu sekaligus tempat pengabdiannya.
Dedikasinya kepada pesantren, pengembangan masyarakat, dan pengembangan ilmu fikih tidak pernah diragukan. Dia bukan saja seorang ulama yang senantiasa ditunggu fatwanya, seorang kiai yang dikelilingi ribuan santri, seorang pemikir yang menulis ratusan risalah (makalah) berbahasa Arab dan Indonesia, tapi juga aktivis LSM yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap problem masyarakat kecil di sekelilingnya. Kiai Sahal bukan tipe seorang kiai yang terus berada di "singgasana" dan acuh dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Rintisan pengembangan ekonomi masyarakat (petani) di sekitar pesantrennya, bukan saja telah menyatukan pesantren dan masyarakat, tapi juga menunjukkan kepedulian yang tinggi.

Bidang ekonomi rakyat.
Kredibilitas keulamaan dan integritas pribadinya diakui hampirseluruh
masyarakat, tidak saja di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) terbukti dengan
terpilihnya beliau sebagai Rais 'Am NU pada 1999, tapi juga di tingkat nasional
terbukti dengan terpilihnya Kiai Sahal Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada 2000. Independensi dan keteguhan sikap dalam mempertahankan
prinsip juga sisi lain dari kehidupan Kiai Sahal. Sikapnya yang moderat dalam
menyikapi berbagai problem sosial menunjukkan pribadi yang menjunjung tinggi sikap tawasuth (Moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (egaliter) dan 1411),
tapi juga menunjukkan kearifan pribadinya.Dia lahir di desa Kajen, Pati, Jawa Tengah, 17 Desember 1937, putra KH.
Mahfud Salam dan memiliki jalur nasab dengan KH. Ahmad Mutamakin. Ia
memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah (19431949), Tsanawiyah (1950-
1953) Perguruan Islam Mathaliul Falah, Kajen, Pati.. Setelah beberapa tahun
belajar di lingkungannya sendiri, Sahal muda nyantri ke Pesantren Bendo, Pare,
Kediri, Jawa Tour di bawah asuhan Kiai Muhajir. Selanjutnya tahun 1957-x.960 d
belajar di pesantren Sarang, Rembang, di bawah bimbingan Kiai Zubair.,Pada
pertengahan tahun 1960-an, Sahal belajar ke Mekah di bawah bimbingan
langsung Syaikh Yasin al-Fadani. Sementara itu, pendidikan umumnya hanya
diperoleh dari kursus ilmu umum di Kajen (1951-1953).
Hampir seluruh hidup Kiai Sahal berkaitan dengan pesantren. Pada 1958-1961
Kiai Sahal sudah menjadi guru di Pesantren Sarang, Rembang;1966-1970, dia
menjadi dosen pada kuliah takhassus fikih di Kajen; pada 1974-1976 dia menjadi
dosen di Fakultas Tarbiyah UNCOK, Pati;1982-1985 menjadi dosen di Fak.
Syariah LAIN Walisongo Semarang; sejak 1989 hingga sekarang menjadi Rektor
Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara. Tahun 1988-1990 dia menjadi
kolomnis tetap di majalah AULA, sedangkan mulai 1991 menjadi kolomnis tetap
di Harian Suara Merdeka (Jateng). Meski dia memiliki kesibukan sebagai
Rais'Am NU dan Ketua Umum MUI serta sebagai Rektor UNISNU, dia tetap
menjadi pengasuh pesantren Maslakul Huda di Kajen, Pati. Kiai Sahal aktif di
organisasi massa keagamaan, pertama-tama di NU sebagai Katib Syuriah Partai
NU Cabang Pati pada 1967-1975, sampai kemudian dia menduduki jabatan
tertinggi dalam organisasi ini, yakni sebagai Rais Am Syuriah PB NU untuk
periode 1999-2004. Dalam waktu yang hampir bersamaan dia terpilih menjadi
Ketua Umum MUI Pusat untuk periode 2000-2005. Dalam posisinya sebagai
Ketua Umum MUI ini dia secara ex officio menjadi Ketua Dewan Syari'ah
Nasional (DSN), sebuah lembaga yang berfungsi memberikan fatwa, kontrol dan
rekomendasi tentang produk-produk lembaga keuangan syariah dan lembaga
bisnis syari'ah.
Kiai Sahal termasuk salah satu dari sedikit kiai yang rajin menulis, sebuah tradisi
yang langka terutama di lingkungan kiai NU. Ratusan risalah (makalah) telah
ditulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab. Belakangan
sebagian karya-karya tersebut dikumpulkan dalam buku berjudul Nuansa Fikih
Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994); Pesantren Mencari Makna, (Jakarta: Pustaka
Ciganjur, 1999); Telaah Fikih Sosial, (Semarang: Suara Merdeka, 1997).

Pengembangan Ilmu Fikih

Pemikiran KHM A Sahal Machfudz yang tertuang dalam berbagai tulisannya
menunjukkan bahwa dia mempunyai perhatian luas dalam berbagai isu, mulai dari pengembangan pesantren, kesadaran pluralisme, ukhuwaah Islamiyyah,
penanganan zakat, dinamika dalam NU, manajemen dakwah, sampai pada
masalah pengentasan kemiskinan. Di luar itu semua, kontribusi pemikiran yang
paling menonjol dari Kiai Sahal adalah tentang fikih sosial-kontekstual. Concern
utamanya adalah bagaimana fikih tetap mempunyai keterkaitan dinamis dengan
kondisi sosial yang terus berubah. Dalam kaitan ini, Kiai Sahal berupaya
menggali fikih sosial dari pergulatan nyata antara "kebenaran agama" dan
realitas sosial yang senantiasa timpang. Menurutnya, fikih selalu menjumpai
konteks dan realitas yang bersifat dinamis.

sumber: www.nu.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar